3 Desember 2007

BLOGMU HARIMAUMU

Kita diberi satu telinga, dua mulut dan,… Sepuluh jari. Sekali lagi: Sepuluh jari.Artinya: Daripada ngomong sia-sia, lebih baik diam. Daripada diam, lebih baik menulis!


Tuhan seakan bertutur, sebaiknya Kita lebih banyak mendengar dibanding bicara. Cukup? Belum. Alangkah baiknya lagi lebih banyak menulis (dibaca: ngeblog) daripada berbicara, atawa mendengar.

Bola salju itu semakin menggelinding, blog menjadi fenomena yang unik, menarik dan penuh kearifan khas Indonesia. Dari “ijtihad” blogger.com, semua kearifan itu disatukan. Semangat bersuara mengejawantah. Setiap individu diberi ruang. Tanpa ruang hampa. Serba gratis. (Saya tidak bermaksud melupakan kehadiran pendahulu: geocities, tripod, dsb).

Blogmu, harimaumu. Jangan horor dulu dong. Alih-alih Harimau yang kerap dikambinghitam-kan sebagai pemangsa, justru makhluk ini bisa mendatangkan keuntungan, jika dapat dijinakkan. Jadi harimau sirkus misalnya hehehe. Demikian juga blog. Ia dapat menjadi alat multi manfaat bila digenggam tangan yang tepat. Namun bisa juga menjadi ladang kesia-siaan di tangan yang kering ide.

Saya terhenyak dengan ucapan Nek Aki Pram, “Menulis, bekerja untuk keabadian”. Menohok dan Menukik. Tajam. Pram tentu tidak semilitan Wilbur Wright. Dan tidak seimajinatif Da Vinci. Pram, saat meluncurkan petuah legendarisnya itu, saya yakin tidak membayangkan hadirnya sebuah media yang akan merevolusi kebiasaan seseorang dalam menulis. Sebuah blog. So bila ia masih hidup, mungkin pendapat itu buru-buru diralatnya, ”ngeblog, bekerja untuk keabadian!”

Meski sebenarnya sebuah blog belum dapat menggambarkan seseorang secara utuh. Namun setidaknya setiap kata demi kata, topik demi topik, comment demi comment, dapat mengurai bentuk wajah, badan, kulit, bahkan isi hati dan otak seseorang, secara lengkap. Sedikit demi sedikit.
Anda bebas ngeblog. Menulis apa saja. Ya, Anda dapat menulis bak seorang jurnalis, lalu tulisan itu anda olah dengan pakaian redaktur, selanjutnya anda publish sesuai ideologi “media” anda, menjelmalah anda sebagai seorang “owner” media.

Tapi ingat semua itu meng-abadi. Anda akan dikenang melalui tulisan yang tertuang. Bila tulisan menjadi rangkaian dusta. Itu akan beranak pinak menjadi anak-cucu dusta. Bila kebaikan, itu akan melahirkan aliran puja. Tak jarang menjadi sebuah gerakan konkret.

“Ikatlah ilmu dengan menuliskannya,” ujar sahabat Ali RA. Sebuah kalimat yang cukup menggugah
(kembali) semangat menulis. Terbukti, lebih ke sini saya berusaha membangkitkan gairah tulis-menulis. Kelahiran tulisan jelas bukan semata sebuah ide. Untuk memulai menulis, rumusannya: 1% di otak, 99% di atas keyboard. Dalam proses penulisan: 1% di tangan, 99% di otak. Setelah selesai, 100% di tangan dan otak pembaca. Sedikit berformulasi :)

Lebih menarik bila saya menggarisbawahi kata kuncinya yaitu kata ilmu, dengan menulis apa yang diketahui, dirasakan, diamati, diselami, dialami (FYI, ilmu dan alami berakar dari kata yang sama, so artinya idem dito hehehe)

Jadi benarkan saya bila hanya menulis semampu dan setahu saya. Sekecil apa pun “mampu” dan “tahu”, saya akan berusaha menuliskannya. Semampu dan setahu sahaja. Tidak lebih. Tidak kurang.
Akhirnya selamat hari blogger, whats next…

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.