2 September 2012

Utang itu bernama Janji

Berkali-kali, berbulan-bulan, niat menulis 4 kali dalam sebulan luput. Janji yang telah saya tuturkan belum mampu saya tunaikan. Berbuah utang jadinya. Maaf.

Bak anggota dewan, janji tinggallah janji. Bedanya tanpa sanksi. Yang ini, dewan juga demikian. Jadi...

Sanksi moral setidaknya.

Ya, semuanya berawal saat saya sedang membangun rumah mimpi di alam nyata. Belum genap satu bulan, prosesi berhenti. Saya agak kaget, meski tak menolak hasil. Ada sedikit kendala birokrasi yang agaknya juga menjadi kendala bagi sebagian developer. Pemangku kepentingan sama, kasus beda.

Raffa dan Arfan in action

Baiklah, mulai bulan ini saya berusaha memberi nafas janji-janji yang beranjak suri. Berbagi hal-hal yang tak penting namun melegakan.

Bila saya menulis tentang bisnis, wirausaha dan UKM, anda tak usah buru-buru menyangka saya seorang praktisi ulung. Tidak ada niat menggurui, hanya sekedar berbagi mimpi. Karena sungguh amat jarang, pengusaha besar bisa berbagi kisah sukses (dan gagal)-nya. Biasanya, niat ada, waktu tiada. Saya mewakili ketiadaan waktu mereka.

Bila ada jejak religi dalam tulisan ini, itu juga bukan berarti saya berusaha membeli anggukan anda untuk mengamini pendapat saya. Sungguh saya tidak berani menjual murah ayat-ayat-Nya.

Bila ada kisah sukses di sini, itu juga bukan berarti saya menulis sosok malaikat berwujud manusia yang tanpa alpa. Hanya desis kekaguman saja.

Bila...

Bila demikian, saya hanya berusaha berbagi apa yang saya tahu, saya alami, saya rasakan, dan... saya impikan. Bagi anda, dan saya khususnya.

Semoga menggairahkan.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.