5 Maret 2013

BBM: Kisah Tanpa Batas dari Perbatasan

Selalu mudah untuk berdurja— dan bahagia ternyata memiliki kondisi yang sama. Mengolah kekinian. Mengutuk atau menikmatinya. Dalam gelap, ada dua pilihan: Memaki atau menyalakan lilin. Dan pilihan itu tak pernah tunggal.

Senang tak terbilang saat melihat liputan tentang teman-teman Borneo Blogger Community naik tayang di TVRI dalam program Tapal Batas (04/03). Program yang digagas pak cik Mering diangkat dengan angle yang menarik. TVRI berhasil meliput setengah tahun program secara utuh dalam durasi setengah jam. Saya yang bisa dikatakan hanya terlibat aktif dalam seperempat bagian dari program tersebut merasa hanyut 100 % dalam dinamikanya.



Border Blogger Movement, suara tentang perbatasan Indonesia-Malaysia langsung dari tangan pertama, Blogger Perbatasan. Demikian program integrasi blog dengan sosial media tersebut dinamakan.

Sebuah semangat berbagi melalui upaya memberdayakan masyarakat kampung lewat tuts keyboard. Jurnalisme kampung, proyek sosial yang ternyata diapresiasi positif oleh Cipta Media Bersama lewat support dana yang signifikan. Buah dari mimpi dan kerja keras. 6 tahun lamanya.

Sebagian hasil 'karya' rekan-rekan blogger perbatasan.

 Para Cangkau ini membeli BBM ke Sambas dengan menggunakan jeriken.

Patok batas RI-Malaysia terlihat rusak.


Tak pernah terbayang bahwa blog yang dianggap salah satu menteri sebagai tren sesaat dapat menjadi pemicu bersuaranya ‘mayoritas yang diam’. Voice dari perbatasan yang menetralisir noise dari Jakarta. Melalui BBM, perbatasan yang hanya menjadi 'komoditas Jakarta' buat pengalihan isu atau komoditas politik menjelma menjadi anomali. Bagaimana tidak, berita ‘siap perang’ dari Jakarta dilawan dengan barter kebutuhan primer penduduk perbatasan; Berita tentang pergeseran patok malah menguak tawa lewat kisah “makan di Indonesia, BAB di Malaysia”. Dan sebagainya.

Jurnalisme kampung, tidak hanya melulu bercerita tentang jurnalistik. Tapi ada teknologi di sana. Teknologi yang dihadapkan dengan kenyataan bahwa sinyal pun tak bersahabat dengan penduduk perbatasan. Kisah sinyal yang menjadi otentik di tangan blogger perbatasan.

Optimisme telah dibangun. Rekat tali rumpun telah diuntai. Lewat tulisan, realitas menjadi sebuah keniscayaan. Malaysia-Indonesia tak lagi menampakkan sekat, selain teritori dan geo-politik. Dan perbedaan administratif itu perlahan pupus lewat tajam mata pena Blogger perbatasan.
Salam tapal batas!

1 Please Share a Your Opinion.:

Terima kasih atas komentar anda.