4 Agustus 2013

Peluang Usaha itu Selalu Menyapa, Meski Kita Kadang Abai


Manusia bijaksana akan lebih banyak menciptakan kesempatan dibanding menemukannya. (Francis Bacon)
1 juta rupiah perhari! Demikian ungkap seorang penjual cappuccino cincau yang baru saya kenal ketika disinggung omsetnya. Saya tertarik bertanya soal omset kala saya melihat kesibukan penjual melayani pembeli. Asistennya pun tak bisa bebas ber-SMS-ria karena pembeli tak henti menyinggahi.

Percakapan ini terjadi setengah tahun lalu. Jauh sebelum minuman ini booming di Pontianak. Percakapan yang terjadi saat saya menyelingi pertemuan dengan salah satu kesatuan di Supadio.

Kini minuman ini kian menjadi primadona kuliner kaki lima di Pontianak, terlebih di bulan Ramadhan ini. Setiap 10 meter, tak kurang ada satu penjual cappuccino cincau ini.


Dalam hati, saya membenarkan feeling saya yang berkata kelak minuman ini akan jadi favorit. Jujur, sempat tergerak untuk membuka kuliner serupa di depan toko komputer PASS. Karena ada space yang tersisa dan itu bisa dimanfaatkan. Dari sore hingga malam.

Saya membayangkan bila menangkap peluang itu sedini mungkin, tentu saya akan menjadi pemimpin pasar dan bisa membiakkannya secepat mungkin. Sebelum jenuh. Lumayan buat pundi-pundi untuk diputarkan di bisnis inti: Toko Komputer PASS Pontianak dan Warnet.

Tapi apa daya, karena terlalu memikirkan ‘kerepotan’ yang muncul, keinginan itu terbengkalai.

Peristiwa serupa mengingatkan saya terhadap fenomena dejavu Sendal Lucu beberapa waktu lalu. Sebelum meledak fenomena sendal imut itu, saya sudah berniat mengambil peluang itu. Namun, karena terkendala modal yang masih minim, saya urung action. Dan muncullah berita, ada agen yang beromset ratusan juta rupiah dari sendal lucu tersebut.

Dua peluang usaha yang pupus karena satu hal—beda kendalanya. Dan, saya tidak berharap ada peluang ketiga yang saya luput menyapanya...

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.