18 Agustus 2014

Teladan Tanpa Riuh Kata-Kata

Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi. Suatu saat ia memberikan ceramah di Universitas Puerto Rico dan bercerita bagaimana memberikan teladan praktis yang dapat diterapkan di keluarga. Teladan dari seorang ayah kepada anaknya, tanpa riuh kata-kata.

Ketika saya berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal di pinggir kota, jauh dari tetangga. Tak ayal, saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota.

Pada suatu hari, ayah mengajak saya menghadiri sebuah konferensi. Tentu saja saya sangat gembira mendengar kabar tersebut. Mengetahui saya akan pergi ke kota, ibu tak lupa memberi catatan daftar belanjaan. Selain itu, ayah juga berpesan untuk menyervis mobil di bengkel.

Sesampainya di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kamu di sini jam lima sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama." Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah dan ibu. Kemudian, saya menunaikan 'pekerjaan' lainnya: pergi ke bioskop.

Saya benar-benat terhanyut menonton akting Jhon Wayne. Saya terperanjat kaget begitu melihat jam menunjukkan pukul setengah enam sore, langsung saya menuju bengkel mobil dan bergegas menjemput ayah yang telah lama menunggu. Saat itu sudah hampir pukul enam malam.

Dengan gelisah ayah bertanya, "Kenapa kamu terlambat?"Saya sangat malu mengakui bahwa saya telat karena menonton film sehingga saya menjawab, "Mobilnya belum siap, jadi saya harus menunggu agak lama."

Tanpa sepengetahuan saya sebelumnya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Jelas ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, "Nak, ada sesuatu yang salah dalam membesarkanmu sehingga kamu tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik."

Tak lama setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari mulai beranjak gelap, sedangkan jalanan yang dilalui tidak mulus. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka hampir lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, seraya merenung melihat penderitaan yang dialami ayah hanya karena kebohongan kecil yang saya lakukan.

Sejak itu saya berjanji, dan berkomitmen tidak akan pernah berbohong lagi.

teladan seorang ayah kepada anak


Teladan memang menjadi kekuatan dahsyat yang dapat mengubah seseorang. Berkata-kata tidak dengan mulut namun lewat tangan, kaki dan hati—teladan namanya.

Persis seperti yang dicontohkan sang kakek, Mahatma Gandhi. Pada suatu saat dia kedatangan seorang ibu yang meminta nasihat perihal anaknya. Sang anak sering mengeluh sakit gigi. Seluruh keluarga turut pusing memikirkannya.

Mendengar keluhan sang ibu, Gandhi tidak langsung memberikan jawaban. Gandhi menyuruh ibu tadi datang kembali satu minggu kemudian.

Seminggu kemudian, sang ibu datang kembali. Kali ini, tanpa berbicara panjang lebar, Gandhi memberikan nasehat: hentikan kebiasaan makan permen. Sang ibu terdiam sejenak, tak habis pikir, mengapa seorang Gandhi harus menunggu seminggu untuk memberi sebuah nasehat sederhana.

Gandhi tersenyum, ia menjawab bahwa minggu lalu, pada saat sang ibu meminta nasehat, dia sendiri pun belum bisa menghentikan kebiasaan memakan permen.

***

Meskipun sederhananya sebuah nasehat namun bila keluar dari teladan yang baik akan mampu mengubah dan menggugah.

Berbicaralah tidak hanya dengan mulut, mari kita coba kaki, tangan, mata dan hati kita berbicara Berbicara yang ingin mulut kita sampaikan: kebaikan dan, semoga kebenaran.

Semoga menginspirasi.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.