1 September 2014

Umpatan Florence adalah Keresahan Kita Semua

florence sosial media
Saya tidak terkejut dengan meledaknya kasus Florence Sihombing. Pertama, Florence yang mahasiswi kenotariatan UGM mengumpat (sang) Jogja yang notabene tempatnya menuntut ilmu—tentu bagi media, seksi bila digoreng lalu diblow up. Kedua, Florence yang tidak bernama ujung 'Rajasa' tentu sangat mudah dipidanakan, apalagi ditangkap.

Florence tentu bukan yang pertama mengumpat apalagi mengomel lalu sharing di sosial media. Tapi bisa jadi, Florence lebih bisa menjadi pelajaran bagi kasus serupa di masa mendatang.

Umpatan kekesalan Florence di SPBU dan path tentu bukan terjadi tiba-tiba. Dan, Florence tidak hidup di ruang hampa tanpa siapa-siapa. Akumulasi yang meledak di saat yang tepat! Duar!

Umpatan Florence bisa jadi adalah keresahan kita semua.

Saya teringat, beberapa hari yang lalu, ada seorang teman yang bercerita bahwa seorang rekannya kaya raya dari menjual minyak subsidi. Di pelosok desa yang minim penduduk, ia menguasai distribusi gelapnya. Ratusan juta sebulan diraupnya. Ini pemain kecil-kecilan. Kita tentu pernah mendengar nama Petral atau bau mafia minyak sejak tahun 70-an. Trilyunan yang dimainkan mereka tak pernah berakhir bahagia bagi bangsa.

Saya tidak mengetahui akumulasi kemuakan apa yang tengah dimuntahkan Florence. Tapi sungguh tak pantas bila kejujuran—meski berupa makian—yang dikeluarkannya berujung pidana. Saya yakin tak pernah ada kejujuran yang merugikan siapa pun.

Persoalannya hanya sebatas etika. Florence tidak belajar bahwa di negeri ini, kejahatan pun—bila dibungkus dengan kesantunan—akan diamini publik.

Nah, karena persoalannya di etika, sebaiknya ada ruang di KUHP yang membuka akses hukuman yang tidak berujung penjara. Ingat, penjara tak pernah menjadi penjera. Saya mengusulkan adanya kerja sosial. Mencontoh Amerika, Florence bisa saja menjadi abdi dalem di kraton selama sebulan. Atau mengajar di yayasan yatim piatu selama setahun atau...

Dan, ke depannya, perlu dibentuk komisi rekonsiliasi yang menjadi jembatan bagi pencari keadilan: tidak semua pidana harus dipenjara.

Nah pesan moralnya, seperti biasa, semoga kasus Florence menjadi evaluasi bagi penegak hukum untuk sama cepatnya menindak “ikan besar”—tak terkecual dua ikan yang tertangkap oleh Polisi Diraja Malaysia karena narkoba. Duh.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.