17 Desember 2008

Sebuah Upaya Melahirkan Postingan

Ancang-ancang akhir tahun, Masehi-Hijriah.

Dari berbagai kolom di berbagai koran, saya memiliki beberapa favorit. Di Kompas, saya senang mengikuti Eep Syaifullah, Indra J. Piliang dan Budiarto Shambazy. Di SINDO, saya tidak melupakan membaca Emha Ainun Najib, dan sesekali Habiburrahman El-Shirazy. Di Republika, saya senang dengan rubrik Resonansi-nya yang selalu segar dan bermutu. Nah, Jum'at kemarin, Saya tertarik dengan tulisan Zaim Uchrowi, Direktur Balai Pustaka, yang menyebarkan virus optimisme. Pemirsa, berikut postingannya...

Harus Bisa! Itu bukan seruan pelatihan motivasi. Itu ungkapan yang diyakini dan dijalankan sehari-hari di sebuah grup penerbitan yang dinahkodai dan dikembangkan oleh seorang penggembala kambing. Ungkapan 'harus bisa' itulah yang menyulap perusahaan tersebut menjadi salah satu grup media terbesar di Indonesia. Grup itu Jawa Pos.

Si penggembala kambing itu Dahlan Iskan. 'Harus bisa' sebagai resep keberhasilan diungkap oleh Misbahul Huda. Ia salah satu tokoh kunci grup tersebut. Huda percaya bahwa bangsa ini bisa lebih maju dari banyak bangsa lain di dunia. Ia sebut Singapura. Negara kota itu saat ini secara finansial mampu membeli negara Indonesia. Malaysia yang ingin 'diganyang' Soekarno di tahun 1960-an sekarang menjadi negara tempat jutaan TKI menggantungkan kehidupan. Lalu bangsa macam apakah kita sekarang ini?

Bangsa ini bisa, dan harus bisa, maju seperti bangsa-bangsa lain di dunia. Kuncinya: keyakinan bahwa diri sendiri bisa maju, dan sanggup menghadapi tantangan apa pun, seberat apa pun. Huda, beserta seluruh tim di lingkungannya, telah membuktikan itu. Selama lima tahun ia harus jungkir balik menjadi teknisi percetakan sendirian. Siang-malam ia tangani pekerjaan jam berapa pun diperlukan.

Tanpa hitungan lembur, tanpa kompensasi apa pun. Ia sisihkan rasa malasnya. Ia buang rasa gengsinya sebagai ustadz yang juga alumnus cumlaude elektro UGM. Dengan semangat maju dan kerja keras, berbagai hal yang semula mustahil berhasil ia atasi. Hal-hal yang semula dipandang impossible, telah menjadi possible.

Berbagai kesulitan yang tak mampu dipecahkan para ahli asing, dipecahkan oleh timnya sendiri. Para lulusan STM. Pabrik kertas yang dikelolanya menjadi satu-satunya pabrik kertas di Indonesia yang tak mempekerjakan tenaga asing. "Nothing is impossible if you believe in Allah," kata Huda. Ia paparkan keyakinan yang didasarkan pada pengalamannya sendiri dalam sebuah buku. Judulnya, 'Mission Ini Possible'. Suku kata 'im' dalam kata 'impossible', ia ganti dengan 'ini'. Ringkasnya, anggapan 'tak mungkin' ia ganti dengan 'mungkin'. 'Tak bisa' ia ganti dengan 'bisa'.

Penggantian 'tak bisa' menjadi 'bisa' itu bukan sekadar pemelesetan kata. Lebih dari itu, penggantian tersebut juga bermakna sebagai pembalikan cara pandang dan sikap hidup. Hal yang terkait dengan budaya masyarakat, dan bahkan pemahaman keagamaan. Misalnya, cara pandang alon-alon waton klakon.

Biar lambat asal selamat. Hati-hati dan waspada harus tetap dijaga. Namun, hati-hati bukan berarti harus pelan. Sebaliknya tetap harus cepat. Cara pandang lama seperti itu dimintanya agar dibongkar. Di lingkungannya, semua orang harus berjalan cepat. Jalan cepat menjadi cermin sikap cepat pula.

Begitu pula cara pandang pada paham keagamaan. Dalam pendekatan keagamaan yang lazim, kemiskinan atau dhuafa adalah hal yang dimaklumi. Yang diperlukan cuma menyantuni. Pendekatan 'harus bisa' justru mengajak, bila perlu memaksa, para dhuafa untuk mengatasi masalahnya sendiri. "Miskin itu (berpotensi) dosa," tulis Huda.

Jangan gemar disantuni. Jangan menempatkan tangan di bawah, kecuali dalam urusan ilmu. Perkuat keyakinan. Singkirkan malas dan gengsi. Terus belajar dan bekerja keras. Hapuskan rasa putus asa dan tidak bisa. Jangan sesali apa pun, dan marah pada apa pun. Jangan kecewa kalau belum berhasil. Perkuat syukur dan sabar. Seluruh persoalan secara bertahap akan teratasi.

Berulang kali cara pandang semacam ini diperdengarkan oleh mereka yang sungguh-sungguh peduli pada bangsa ini. Namun, kita perlu untuk terus mendengar dan mendengar lagi seruan semacam ini hingga mentalitas bangsa dan umat ini benar-benar berubah secara mendasar. Hanya dengan jalan demikian bangsa dan umat ini menjadi bangsa dan umat yang berjaya.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.