1 Maret 2014

Indonesian Idol, Kontes Instan yang Bertahan Lama

dewi dan miranti tereliminasi

"Jika televisi adalah babysitter, Internet adalah pustakawan yang tidak pernah tutup mulut." (Dorothy Gambrell)

Ini pertama kali saya menonton Indonesian Idol (kembali) sendirian—tanpa istri. Meski saya tak terlalu mengikuti kontes-kontes seperti ini, tapi saya tahu siapa pemenang tiap edisinya. #setia

Menarik bila mencermati kontes Idol-idol-an di TV ini. Tiap TV mempunyai acara idol unggulan sendiri. Tidak hanya menyanyi, semua bakat bisa di-idol-kan: da’wah, melawak, stand up, dll. Dan seperti kontes-kontes instan lainnya, naik instan turunnya juga instan. Tercatat tak lebih dari hitungan jari tangan, pemenang idol yang bertahan di industri TV. SMS memang tidak bisa membeli persistensi dan konsistensi.

Jangan lupakan Akademi Fantasi Indosiar yang berhasil membawa dramatisasi kontestasi ini demikian menggigit. Namun karena miskin kreativitas dan cenderung monoton tanpa kejutan, AFI akhirnya tertinggal seperti koper keramatnya. Nah, Indonesian Idol agak beda di sini. Tak ada tangisan dan dramatisasi berlebihan. Suara peserta tetap menjadi jualan utama. 

Seperti biasanya, saya lebih menunggu komentatornya daripada penyanyinya sendiri.  Terlebih sang idol jadul: Ahmad Dhani, tik-tak komentarnya dengan Anang kadang mengejutkan. Tapi di beberapa episode terakhir, saya tidak melihatnya. Mungkin, mungkin ya, Dhani tidak ingin menjegal langkah Anang ke Senayan dengan celotehan pedasnya.

Karena menulis ini di ujung acara, saya tidak terlalu hafal lagi urutan kontestan Indonesian Idol yang tampil: Virzha, Dewi Puspita, Gio, Husein Ubay, Sarah, Miranti Yassovi, Nowela, Ryan, Windy Yunita, Yuka, atau Yunita Nursetia. Tapi yang jelas, Ryan tereliminasi malam di penghujung Februari ini. Anda bisa mengenang penampilan "Kenangan Terindah" terakhirnya di sini.

Update: Dewi dan Miranti tereliminasi di Indonesian Idol jum'at ini. Dhani tidak menyaksikan hingga akhir, sakit menjadi sebabnya.



Sungguh, ajang kontestasi seperti ini mengajarkan demokrasi (semu) via SMS. Anda tak perlu berkualitas, tapi bila anda berhasil menggerakkan power of SMS, anda menang. Dan, popularitas instan ini biasanya berakhir instan.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.