13 Oktober 2015

Pontianak Dreams: Sungai Kapuas Seindah Lyon (1)

Konon, bila minum air Kapuas, seseorang akan kembali ke Pontianak lagi. Dan lagi. Ada hubungannya atau tidak, setidaknya dalam dua tahun terakhir, tiga kali sudah Presiden Jokowi ke Pontianak. Kunjungan terakhir kali ini cukup spesial bagi masyarakat Pontianak, karena berkaitan dengan perhelatan akbar Karnaval Khatulistiwa. Acara ini merupakan puncak rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-70 Republik Indonesia. Tentu yang lebih mengesankan bagi warga Pontianak ialah dengan dijadikannya sungai Kapuas sebagai “ruang tamu” bagi peserta karnaval yang berasal dari seluruh provinsi di tanah air.

***

sungai kapuas

Dahulu, penataan kota-kota di Indonesia hampir pasti mengawinkan Masjid Agung dengan Alun-alun. Masjid sebagai wujud hubungan vertikal antara manusia dengan sang khalik. Alun-alun sebagai ejawantah interaksi horizontal masyarakat kota.  Di Pontianak, wujud dari itu tercermin dari adanya Masjid Jami’ dan alun-alun Kapuas. Di Pontianak, Masjid dan alun-alun itu dipisahkan oleh sungai terpanjang di Indonesia, Kapuas.

Nah, Presiden Jokowi berharap sungai Kapuas menjadi pusat perekonomian dan pariwisata unggulan di Pontianak. Atensi Presiden terhadap sungai Kapuas ini tentu membawa sinyal perbaikan ruang publik di Pontianak. Ruang publik dalam konteks ini ialah ruang sosial yang dapat dinikmati berbagai kalangan di Pontianak, ya sungai Kapuas ini contohnya.

Sinyal itu ditangkap dengan baik oleh Kepala Bappenas saat itu, Andrinof Chaniago. Ia memberikan instruksi agar Pontianak dengan sungai Kapuasnya dapat menjadi seindah Lyon, Perancis. Mimpi besarnya, kota Pontianak sebagai waterfront city bisa seperti Venesia dan Lyon. Kota yang menjadikan sungai sebagai teras kota. Kalaupun terpleset, mendekati Kuching pun tak apalah.

(Saat ini kepala Bappenas sudah berpindah ke tangan Sofyan Djalil. Tulisan ini semoga menjadi pengingat kepada stakeholder untuk tetap mengikat mimpi ini menjadi sebuah bukti).

Sebenarnya, wacana menjadikan Kapuas sebagai ikon kota sudah lama muncul dari pemerintah kota Pontianak. Bagi warga Pontianak, mimpi itu bahkan ditambah dengan menjadikan jalan Gajahmada sebagai orchard road-nya para pencinta kopi. Ya, jalan Gajahmada bisa menjadi ikon kreatif kota seribu warkop. Penataannya jelas, trotoar yang luas bagi pejalan kaki dan parkir representatif bagi kendaraan beroda empat (dan dua). Saya pernah berbincang dengan orang nomer dua Pontianak di periode sebelumnya dan menyampaikan ide ini. Tak ada jawaban pasti. Buram. Tapi, saya yakin kelak akan terwujud, tinggal cepat atau lambat saja. Dreams come true? Insya Allah.

Baca juga: http://www.yaserace.com/2014/03/mie-ayam-enak-dan-lezat-di-pontianak.html

Kita kembali ke Kapuas...

Pemerintah kota pun tidak berdiam diri. Salah satunya dengan melakukan renovasi alun-alun Kapuas sebagai ruang publik yang ramah bagi keluarga. Air mancur, tribun, dan pedestrian disiapkan sebagai penunjangnya. Namun dana yang hanya berharap dari APBD, berdampak progres pembangunannya serba terbatas.

Bagi anda yang pernah atau anak Pontianak di rantau, video ini bisa jadi pengobat rindu. Dari sekian banyak, visualisasi drone tentang Pontianak, saya memilih ini:



Meski demikian, alun-alun kapuas tetap menjadi favorit wisata keluarga Pontianak. Saya beberapa kali mengajak anak untuk menikmati sunset di alun-alun Kapuas ini. Tempat ini menjadikan sungai sebagai fokusnya. Di Indonesia, tidak banyak ruang publik yang memilik kombinasi unik seperti ini. Sebuah harmonisasi yang hangat bagi pengunjung yang datang beserta keluarga. Tak ayal menjelang matahari tenggelam, pinggir jalan alun Kapuas disesaki kendaraan para wisatawan lokal. Bila diranking, ruang publik yang menjadi tujuan favorit warga Pontianak, tentu Alun-alun Kapuas menduduki  nomer wahid. Tanpa saingan.

***

Bila penataan rampung dan waterfront city perlahan terwujud, sebaiknya pihak swasta dan masyarakat juga dilibatkan dalam proses penataan kota. Jadi, tidak melulu anggaran buat memperindah kota dari kocek pemerintah. Sebagai contoh: bangunan tua di sepanjang sungai, agar lebih menarik sebaiknya dicat ulang. Bahkan kalau bisa direnovasi. Biayanya, pemerintah bisa kerjasama dengan developer dan perusahaan cat. Kompensasinya bisa beragam, tentunya win-win. Pemerintah untung, pihak swasta pun dapat ruang promosi. Dan, masih banyak lagi lainnya yang mudah sekali didiskusikan (dan dieksekusikan?).




Bagi saya, right or wrong is my city. Saatnya berAKSI, jangan hanya menjadi sAKSI kemajuan daerah lain! Hingga, Lyon pun mencontoh Pontianak. Bisa?

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda.