5 Februari 2016

Terorisme itu Mandul di Negeri Makmur. Di Indonesia?

Di Jakarta, Thamrin diteror. Di Kalimantan Barat, Gafatar meledak. Virus ketakutan dan kebencian menyebar. Tentu tak mudah mengatakan ini sekedar pengalihan isu. Sebuah upaya mudah bin remeh menjauh dari solusi. Bila pun benar, sedih rasanya bila ada seorang dalang pengalihan isu yang melibatkan ribuan nyawa manusia.

***

Cerita di akhir 2015 yang ditulis di bulan dua 2016. Di sebuah kota bernama Balikpapan, kota di Timur Kalimantan yang berkali-kali didapuk sebagai salah satu kota terkaya di Indonesia, bersanding dengan Bontang, Tarakan, dan Mimika.

Paradoks kota kaya di Indonesia: sumber daya alam melimpah tapi tak bergaung di tanahnya sendiri. Maksudnya begini, siapa pun tahu, Kalimantan Timur ini merupakan penghasil energi nomor wahid di Indonesia. Batubara, minyak bumi Indonesia, bahkan dunia, diangkut dari sini. Tapi apa lacur, seluruh kekayaan itu tak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat.

Contoh nyatanya, saat hendak membeli buah tangan di Pasar Sayur berjejer rapi genset di depan toko. Amboy, rupanya cerita pemadaman listrik itu merupakan makanan rutin penduduk di sana (di Pontianak juga sih). Bahkan di hotel yang kami tumpangi tak luput dari pemadaman. 3 kali sehari genset bekerja menggantikan asupan listrik dari PLN.

Tikus mati di lumbung padi. Ironi, paradoks, anomali, entah apa lagi sebutan lain yang layak diucapkan.

Kesenjangan ekonomi dan mismanajemen bangsa terlihat terang di sini, di Kalimantan Timur.

Nah, di kota inilah digelar saya menerima pemahaman lain tentang TERORISME. Di kota inilah Terorisme, meski ada, namun keberadaannya kerap tak disadari sebagian kalangan. Bahkan sebagian lainnya tak terlalu mempercayainya. Ada yang berdalih pengalihan isu, pembungkaman aktifis Islam bahkan memberangus syariah Islam kerap terlontar dari segelintir media Islam.

Faktanya, salah satu mantan pelaku terorisme mengatakan, persenjataan mereka biasanya disuplai di perairan daerah ini. Nah!

***

DUAAARRR!
Ratusan orang menjadi korban. Jutaan orang penuh syakwasangka mungkin cukup untuk menggambarkan betapa masifnya gerakan terorisme di Indonesia.

Setelah itu, apa yang kita lakukan?

Belajar dari pengalaman Individu, penting melibatkan beberapa pihak untuk menanggulangi extrimisme terorisme. Pihak-pihak tersebut adalah:

Mantan kombatan/pelaku
Mereka penting karena mereka punya otoritas untuk bicara tentang sejarah pergerakan juga bicara bahaya pemikiran dan pemahaman para teroris.

Pihak LSM terutama LSM para korban.
Mereka adalah korban tak berdosa dari aksi kekerasan. Para korban terbukti efektif memberikan kesadaran. Ini diakui oleh Ali Fauzi, salah satu mantan teroris yang merupakan adik terpidana mati Amrozi.

Pendidikan dan Intervensi Pemerintah
Pendidikan buat para kombatan sangat penting karena bisa meluaskan daya pikir kritis serta menghilangkan kekakuan berfikir. Dan pemerintah, melalui berbagai institusi dan sumber daya-dana bisa punya peran penting dalam mencegah dan menangani ekstremisme.

Seni dan budaya
Menarik menyimak tesa Imam Malik saat menjadi pembicara workshop BNPT di Kaltim. Ia mengatakan, bila di sebuah masjid masih ada pemuda yang berlatih gambus dsb, yakinlah tidak ada bau terorisme di situ. “Dengan Ilmu hidup menjadi Mudah, dengan Seni hidup menjadi Indah, dengan Agama hidup menjadi Terarah." Saya mengamini hal ini.

Rekan-rekan penggiat kedamaian di Kalbar bersama Ali Fauzi

***

Akhirnya sebaik-baiknya pendekatan adalah pendekatan ekonomi, ekonomi yang berkeadilan. Di mana, pengusaha bebas berbisnis, dhuafa bebas lapar dan dahaga.

Sang teladan bertutur, “Sesungguhnya kefakiran sungguh dekat dengan kekufuran.” Dalam konteks terorisme, mereka mengkufuri ni’mat hidup, sehingga memilih jalan kefakiran semangat hidup, kematian. Dengan doktrin yang seolah suci mereka mengakhiri hidupnya, dan hidup korban tak berdosa, dengan begitu mudah.

Solusinya tak lain, negara harus segera memberikan ruang seluas-luasnya untuk menyejahterakan masyarakatnya. Bagian kita, beri kesempatan pemerintah bekerja. Asal amanah kita amini. Bila ingkar, kita bisa bertengkar verbal. Tak ada ceritanya, sebuah negara makmur akan tumbuh subur ide-ide terorisme. Terorisme mandul di negeri makmur. Di negara mayoritas muslim ini, kesejahteraan hidup yang rendah dan kesenjangan ekonomi yang tinggi menjadi pupuk terbaik bagi terorisme tumbuh berbiak.

Semua pihak harus menjadi perekat optimisme sebagai bangsa. Kita bisa menyelesaikan ini semua. Umat Islam mampu menjadi rahmatan lil alamin, Bersama yang lain.

2 Please Share a Your Opinion.:

  1. Lama tak bersua... apa kabarnya bang yaser..? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah baik om. akhirny ngeblog lagi ni :)

      Hapus

Terima kasih atas komentar anda.